Kamis, 04 September 2014

Dia Bicara



Halo...

Hari ini, ya tepat hari ini setahun yang lalu.
“Braaaaakkk....!!” Bunyi keras sebongkah besi yang beradu dengan aspal. Aku tersadar, tubuhku telah terhempas ke aspal. Hanya itu, bagian itu saja yang mampu ku ingat.

 Sejenak aku lupa apa yang terjadi. Sepertinya memoriku tidak mau bekerja, seperti mengerti tentang bahasa alam, dia benar-benar enggan merekam peristiwa beberapa detik itu. Bahkan hingga saat ini, aku memaksanya untuk ‘memutarkan’ aku isi rekaman kejadian itu, dia benar-benar enggan mau diajak bekerja sama.

Aku hanya mencoba mengingat beberapa peristiwa yang terjadi sebelum hal naas itu datang. Ya, beberapa isyarat yang dikirim oleh ‘entah indra keberapa ku itu’. Percayalah, ini bukan hal magic atau apapun itu yang mereka katakan, ini adalah sebuah bahasa yang dikirim semesta kepada mu. Bahasa yang berwujud firasat, bahasa yang berwujud kegelisahan batin, bahasa yang berwujud perang argumentasi antara logikamu dan perasaanmu. Logika yang terkadang datang bersamaan dengan semua keegoisan dan ke ‘sok tahuan’ nya tentang alam ini, logika yang sering merasa dirinya benar! Logika itu yang berselisih paham dengan perasaanmu. Perasaan yang sudah ada bahkan ketika tubuh ini belum teraga, bahkan ketika logika belum mampu bekerja, mungkin logika yang belum tercipta. Perasaan ini sudah terbiasa bekerja bersama baik dengan logika maupun dengan keadaan sekitar yang bahkan kadang tidak dimengerti oleh bahasa ku.

Ya, kali itu aku menolak untuk menerima peringatan yang diberikan oleh perasaan, menolak untuk mendamaikan perasaan dan logika, menolak untuk menerima isyarat alam.
Ketika hatimu berbicara, dengarkan saja dia.
Ketika hatimu berbicara, cobalah ajak dia bekerja sama dengan logikamu.
Ketika hatimu berbicara, mungkin dia membawa pesan dari alam semesta.
Ketika hatimu berbicara, dia jarang salah
Ketika hatimu berbicara, dengarkan saja dia...




(Apa kabar kepingan besiku? Apa kabar ingatanku? Hanya rasa syukur yang tertinggal di sini, di hidup ini, di hati ini, meski kepingan itu masih tertinggal di tubuhku. Aku tidak mau mengutukinya, aku tidak mau marah dengan kehadirannya. Tidak. Tidak akan! Biarkan ini jadi pelajaran akan hidup, biarkan ini jadi sebuah tanda cintaNya untukku. Tanda Cinta yang bisa setiap saat aku lihat dan membuatku tersadar betapa berharganya diriku, hidupku dan bahkan semua mimpiku.)


Rabu, 27 Agustus 2014